Hujan Bulan Juni








Pertama megang buku ini, yang ada dalam pikiranku adalah sayang banget ni buku, ketetesan air sampe judulnya aga memudar gini. Padahal bukunya masih plastikan lho.. dan setelah dibuka aku masih belum sadar juga, masih menyayangkan perihal ketetasan air ini. Sampai pas aku udah duduk sante di meja kerjaku, lalu membolak balik buku ini, depan belakang, buka cepat isinya sambil mencium wangi buku baru.. kesadaran itu sampai juga di otakku.
Oalah Neng, Neng... ini kan cuma efek aja. Sengaja dicetak semacam abis keujanan gitu. Biar memvisualisasikan judulnya. Hujan di Bulan Juni. Yak.. siapapun yang mendesain cover novel ini, sukses menghadirkan suasana hujan di sampulnya. Walau tanpa gambar hujan.
Kemudian, kesadaran kedua yang mampir di kepalaku adalah Emang namanya Sapardi Djoko Damono ya? bukannya Darmono? kemudian googlinglah diriku, untuk menemukan kenyataan bahwa diriku memang dodol sedodolnya. Heei... ke mana aja? sok sok an ngaku2 suka puisinya SDD namanya aja salah. preeet...
Baiklah, aku memohon maaf... sungguh, itu ketidaktahuan yang memang agak memalukan sodara-sodara... Mudah-mudahan, tidak ada lagi yang menyadarkanku dari kedodolan lainnya. Dan bersyukurlah diriku, sampai di halaman terakhir buku ini hanya dua hal itu saja yang menampakkan ketidakgaulan diriku.
Back to topik..

Novel ini menceritakan Sarwono, si cowok Jawa, dosen UI yang suka musik Jazz dan jago bikin puisi. Cowok Jawa aga jadul ini jatuh hati sama cewek Manado yang ibunya orang Jawa -tapi ga jawa-jawa amat- dan ayah asli Manado bermarga Pelenkahu. Cinta mereka si ga bertepuk sebelah tangan, tapi bukan berarti tanpa halangan.

Soal hubungan mereka yang dikemas dengan humor segar khas Sapardi ini memenuhi sebagian besar cerita. Gak tau kenapa, suka aja pas Sarwono membatin "Moga-moga si Semprul cantik itu tahu bahwa aku mengharapkannya datang". Hehehe...Tapi, tetep suka sajak Sarwono untuk siapa lagi kalo bukan Pingkan "angin dari bukit yang masuk lewat jendela matamu / sehabis mengemas warna dan aroma bunga / di terjal perbukitan sana."

Hubungan mereka baik-baik saja, cuma ada beberapa halangan. Emm, ga terlalu penuh perjuangan berdarah-darah si. Lebih ke pertarungan jiwa -halah- antara si Pingkan dan Sarwono yang beda suku dan beda agama.

Awalnya si diriku berekspektasi, novel ini bakalan penuh oleh puisi-puisi kerennya Sapardi. Tapi, ini kan novel, bukan buku kumpulan puisi. Jadi, dari ke lima babnya, hanya terdapat 3 puisi pendek yang beliau sajikan. Tak apalah, toh 3 puisi itu aja udah keren ke mana-mana kok.

Oia, ada 3 puisi terjemahan dari bahasa Jepang juga lho..

(1)
di atas pohon yang tinggi
dekat sebuah ladang sunyi
terdengan burung bernyanyi
memanggil-manggil pacarnya kembali
aduh sepi
malam memilin hati

(2)
aku akan datang malam ini
menjengukmu dalam mimpi0
tak seorangpun akan tahu
atau bertanya padaku
ingat, sayangku,
jangan kau kunci pintumu

(3)
katamu dulu kau takkan meninggalkanku-
omong kosong belaka!
sekarang yang masih tinggal
hanyalah bulan
yang bersinar juga malam itu
dan kini muncul kembali.

Dan...
ada sajak panjang yang juga menjadi backcover buku ini. Sepertinya ini sudah mewakili sebagian besar isinya

Bagaimana 
mungkin seseorang memiliki
keinginan untuk mengurai kembali benang
yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu
tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin
seseorang bisa mendadak terbebaskand ari jaringan benang yang
susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di
selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan
sabar oleh jari-jarinya snediri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya
sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam
benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang
hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah 
ruangan kedap suara  yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
J

Lalu, bagaimana akhir kisah cinta mereka? open endingnya membuat kita menerka-nerka.. Mereka-reka sendiri akan seperti apa cerita mereka kemudian...

Apa lagi ya?

sementara ini aja kayaknya..

Kalo tiba-tiba nanti ada kesadaran lagi yang mampir ke kepalaku. Itu berarti ada hal yang ke 3. Dan akan segera aku edit postingan ini...

Salam..

Kenapa mesti nyasar ke sini lagi sih?


Iya, kenapa?
aku itu udah pernah di kepegawaian sebelumnya..
dan, kerjaku itu amburadul banget. Awut-awutan kalo pas kerja beginian

Udah mendingan lebih tertata pas di keuangan
eh.. kok dipindah PKB

sudah strugle banget di PKB
nyaman..
kerja beneran

duuh, kok nyasar ke sini lagi sih?
nyangkut di kepegawaian lagi

aku bingung sama kerjaan di sini

bisa si bisa
tapi...
ya gitu tadi

Awutawutan

biar aku di PKB lagi aja deh gpp
dengan kerjaan yang banyak banget di sana
tapi aku bisa nanganin dengan lebih baik

dibanding kerjaan di sini
yang semakin lama jatuh ke tanganku
semakin tak jelas rimbanya
semakin
amburadul

Dont know why...


rada-rada aneh sekarang aku ini...
suka ga jelas aja...
maunya apa
pengennya gimana

dan..
semangat buat ngapa2in udah sirna gitu aja

nulis ya udah ga pengen
baca ya udah males

terus
karepe opo?

mbuh wis

aku kok jadi pemalasa ga jelas begini ya..
banyak waktu yang bisa dimanfaatin
tapi kok ya aku makin ga bermanfaat

jangankan buat orang lain
buat diri sendiripun
aku kok jadi
payah...

iya
payah

hiks..

kok aku, jadi gini
payah

lembur...


Lembur apa namanya ini?
nongkrong di kantor sampe jam tujuh
demi apa?
demi entah

pulang aja aah..