tiba-tiba kecintaanku pada puisi
tersuat-suat lagi. maksudnya, terbangkitkan lagi.. gara-garanya ada imel masuk
ke inboxku, musikalisasi puisinya SDD Sapardi Djoko Darmono. dan.. diriku
merasa terpanggil buat baca lebih banyak lagi puisi karyanya dia..
yang paling aku suka, dulu itu puisi
aku ingin yang begini ini
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
dengan kata yang tak
sempat diucapkan
kayu kepada api yang
menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
dengan isyarat yang
tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada.
manis.. sederhana.. tapi.. sarat
makna
satu lagi yang jadi favoritku
BERJALAN KE BARAT
WAKTU PAGI HARI
waktu berjalan ke
barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti
bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak
bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang
tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
lalu aku ingat. dulu sekali.. waktu
aku masih SD.. aku pernah bikin kumpulan puisi.. satu buku itu penuh dengan
puisiku.. dan, pas kenaikan kelas.. sebagian puisi itu dibacakan oleh
teman-temanku di atas panggung.. banyak jumlahnya..
dan aku juga ingat pada sebuah
puisi, yang diberikan oleh entah siapa. waktu aku masih SMA.. aku masih ingat
sebagian katanya.. walaupun tidak sama persis dengan aslinya. begini bunyinya
DEAREST
Pada sebuah malam yang mengurai ram-ram iga menjadi sebuah renjana, tak
habis dari denyut nadi, batapa tidak berdayanta hasrat di hadapan kodrat,
menggigilkan aku saat daun luruh satu-satu dan buih sampai di akhiratnya.
Insan, , insan, insan, insan, insan, insan, insan, nisan.
Saat batu menjadi biru haruskah daun menjadi hijau dan setiap spasi
menjadikan lembar rindu berwarna kuning, merah, putih dan hitam. Ataukah masih
ada semburat lain yang lupa untuk sekedar aku latahkan?
Dearest bukan pada apa dan siapa sungai ini bermuara, saat hakikat
bertukar tempat dengan syariat, maka nisbi adalah jawaban yang paling sempurna.
Seandainya kekuatanku bisa merengkuhnya di sisiku selamanya, adalah
mungkin untuk aku lakukan. Tapi andaipun kekuatan itu ada, adalah tidak bijak
aku mengambil restu dari semua kandil di tengah
perjalanan kita. Biarlah tinta itu menjadi amur waktu semata karena
bunga bagaimanapun bentuknya tetaplah bunga dan harumnya hanya menjadi milikku,
dan hanya aku yang tahu
Hmmm… bahkan nama orang yang ngasi puisi itu
aja aku lupa. Dan aku juga ga tau tu puisi siapa yang buat, ditujukan untuk
siapa. Yang pasti, puisi itu menurutku saat itu yang lagi suka-sukanya sama
puisi adalah puisi yang bagus…
Tapi.. juaranya dari semua puisi adalah..
puisi yang ditulis tangan anton.. di kertas warna jingga. Dia bawa di sela-sela
sakunya. Diantarkan langsung ke rumahku, di sukabumi…
Dua halaman.. dan semua tentang aku..
Sayang.. kapan kau buat lagi puisi untukku?? Aku
rindu
0 komentar:
Posting Komentar