Seminggu yang lalu saya mengikuti workshop yang diselenggarakan
oleh Direktorat P2 Humas. Dalam workshop tersebut, ada salah satu kutipan yang
menarik perhatian saya “.. supaya kita dapat memberikan berita positif
sebanyak-banyaknya sebelum kita diberitakan..”. hal tersebut diungkapkan oleh
Wiyoso Hadi, pemateri dalam Workhsop tersebut.
Sekilas tujuan workshop ini terdengar biasa saja, melatih para
pegawai Direkorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bisa menulis berita, artikel, dan
mengunggahnya ke website resmi DJP. Apa sih pentingnya berita? Bukankah dengan
bekerja sesuai SOP, bertanggungjawab, berintegritas, itu saja sudah cukup untuk
memajukan DJP?
Berita negatif yang beredar di masyarakat tentang DJP, ternyata
mempengaruhi sebagian besar masyarakat. Menimbulkan citra buruk bagi institusi
kita. Apabila hal tersebut dibiarkan saja dengan tidak mengimbanginya dengan
berita positif tentang intitusi kita, dikhawatirkan akan berpengaruh pula pada
penerimaan pajak kita karena hal tersebut bisa mengurangi kesadaran para
Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dalam Workshop ini kami diberikan pengetahuan tentang penulisan
berita, artikel, hingga pengambilan foto yang bersifat membawa berita. Kami,
para peserta diharapkan dapat membawa pengetahuan ini ke unit kerja kami, lalu
menularkannya kepada sebanyak mungkin teman dan rekan bahkan atasan supaya
semakin banyak pegawai DJP yang mampu menulis berita.
Bagi sebagian orang yang memang menyenangi dunia penulisan.
Tentunya hal ini menjadi angin segar. Materi yang disampaikanpun dilahap dengan
cepat, dan dipraktekkan dengan tepat. Tapi mungkin bagi sebagian orang yang
memanfaatkan media hanya untuk having fun
dengan akif di facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya, menulis berita,
artikel, mungkin dianggap sebagai hal-hal yang berat.
Bagi saya, kontribusi menyampaikan berita yang berimbang, membagi
informasi positif tentang DJP, tidak harus selalu dengan menulis berita aktual,
tajam, dan terpercaya. Karena sekali lagi saya sampaikan, bakat menulis baik
dan benar itu tidak dimiliki semua orang. Bahkan untuk menulis artikel singkat,
rasanya menjadi sangat berat.
Bagi kami, yang tidak dianugerahi bakat ini, mungkin kita bisa
mencoba dengan status-status singkat di facebook, memberikan informasi kepada teman,
dan kerabat tentang tempat kerja kita yang tidak seburuk berita yang beredar di
luar. Kalo ada pegawai pajak yang ditangkap karena korupsi, bukan berarti kita
semua koruptor. Itu hanya oknum. Bahkan dengan status singkat di akhir bulan
Maret “ayo teman-teman, kita lapor SPT” itu juga bisa memberi nilai lebih.
Seperti waktu itu, suami saya yang juga pegawai DJP membuat status
singkat “kalo ga bayar pajak trus APBN dapet darimana?” ternyata, dari status
sependek itu, beragam komentar bermunculan. Salah satu yang paling saya ingat
“ya abis bayar pajak yang makan kroco-kroconya gayus kali gan” itu sepenggal
komentar yang saya baca di akun facebook suami saya. Tapi mungkin itu mewakili
pemikiran masyarakat umum tentang DJP.
Ada banyak komentar positif yang masuk memang, tapi komentar
negatif seperinya lebih sering muncul. Walaupun komentar tersebut disampaikan
dengan nada bercanda, mengingat status pertemanan kami dengan yang memberi
komentar. Namun tetap saja komentar miring seperti itu menunggu untuk diluruskan.
Saya menanggapi komentar tersebut dengan kalimat “bagi orang yang
benar-benar faham pajak. Dan pernah membayar pajak sesuai aturan, tentu tahu
dari mana asal uang gayus. Yang dikorupsi oleh gayus bukanlah pajak rakyat yang
sudah disetor ke kas Negara. Tetapi hasil kongkalingkong antara wajib pajak
yang tidak mau membayar pajak seuai aturan dengan oknum pegawai pajak”
Komentar kurang sedap itu datang dari kawan kami yang terpelajar,
dan berpendidikan, tetapi mungkin memang belum mengenal pajak lebih dalam.
Anggapan-anggapan seperti itu kemungkinan besar menjadi pemikiran umum di
masyarakat. Bahwa gayus membawa lari uang pajak yang mereka setor. Padahal
sebenarnya tidak.
Karena itulah, saya ingin mengajak pembaca agar kita bisa berperan
lebih bagi DJP dengan senantiasa membawa berita-berita positif tentang
institusi kita tercinta ini. Tidak harus menunggu menulis sepanjang 3000
karakter, dengan status-status singkat kita di facebook atau kicauan kita di
tweeter, sedikit banyak pasti bisa membawa dampak lebih baik bagi institusi
kita.
*)
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap
instansi dimana penulis bekerja.
0 komentar:
Posting Komentar